
JURNALIS.co.id – Beberapa penanganan skandal kejahatan seksual terhadap anak yang dilaporkan ke Polresta Pontianak jalan di tempat. Keseriusan polisi pun mulai dipertanyakan.
Dari data yang disampaikan, Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN) tidak hanya skandal kejahatan seksual terhadap anak dengan pberkelitu HS, yang sampai saat ini jalan di tempat. Tetapi ada beberapa skandal lainnya yang juga bernasib sama.
Seperti skandal persetubuhan terhadap seorang anak perempuan berusia 17 tahun yang dilaporkan ke Polresta Pontianak sejak Desember 2022 lalu. Hingga saat ini terhadap terduga pberkelitu tidak kunjung ditetapkan polisi sebak tersangka.
Kuasa Hukum korban, Dewi Aripenuhwati menceritakan skandal persetubuhan yang dinatamasyaal kliennya bermula pada Maret 2021, di mana diduga pberkelitu SB saat itu berusaha mendekati korban.
Selama proses pendekatan itu, lanjut Dewi, diduga pberkelitu kerap memberi uang kepada korban untuk jajan.
Setelah berhasil mendekati korban, terjadilah skandal pertama, dimana diduga pberkelitu mberkelitukan pelecehan terhadap kliennya.
“Sekitar April atau Mei 2022, ketika korban sesertag mencuci pakaian di kamar mandi, pberkelitu datang mberkelitukan perbuatan tidak terpuji (pelecehan) kepada korban serta perbuatannya itu dilihat oleh seorang warga,” kata Dewi, Kamis (28/09/2023).
Dewi menutamasyakan ternyata perbuatan tersebut tidak menyudahi. Antara rentan waktu April, Mei hingga Juni 2022 terduga pberkelitu menyetubuhi korban berulang kali. Hingga akhirnya, pada Desember 2021 korban diketahui hamil.
“Pengakuan korban kepada saya, pberkelitu menyetubuhinya lebih dari tiga kali,” ungkapnya.
Dewi menjelaskan sebelum dilaporkan ke Polresta Pontianak, skandal persetubuhan tersebut awalnya hendak diselesaikan secara kekeluargaan di Polsek Pontianak Utara. Dimana kebetulan saat itu, Direktamasya YNDN, Devi Tiomana mendapat unsertagan mediasi antara korban serta terduga pberkelitu.
“Saat itu, kami belum tahu kalau korban di bawah umur,” ucapnya.
Ketika memenuhi unsertagan mediasi, kata Dewi, pihaknya melihat korban diintimidasi oleh keluarga terduga pberkelitu. Melihat situasi itu, akhirnya Direktamasya YNDN membawa korban ke satu ruangan untuk didnatamasyaal keterangannya. Hingga akhirnya terungkaplah bila korban masih berusia 17 tahun.
“Karena korban masih di bawah umur, kami melalui Devi Tiomana menyatakan mediasi batal. Dan skandal persetubuhan terhadap anak itu pun langsung dilaporkan ke Polresta Pontianak, pada Desember 2022,” terangnya.
Namun, Dewi melanjutkan, sejak dilaporkan hingga saat ini, penanganan laporan tersebut terkesan jalan di tempat. Dimana terduga pberkelitu hingga sekarang tidak kunjung ditetapkan sebak tersangka.
Dewi mengatakan penanganan skandal kejahatan seksual terhadap anak dengan korban berusia 17 tahun yang dilakukan unit Perlindungan Perempuan serta Anak (PPA) Polresta Pontianak tersendat-sendat. Dan yang mengherankan penyidik mengujarkan mereka mendapat petunjuk dari Kabag Wasidik agar dilakukan tes DNA terhadap anak yang dilahirkan korban.
Menurut Dewi, petunjuk agar dilakukan tes DNA tersebut tidak masuk akal. Pasalnya, skandal yang dilaporkan adalah persetubuhan terhadap anak. Sehingga tidak ada hubungannya dengan petunjuk yang diberi Kabag Wasidik tersebut.
“Kasus ini dilaporkan 20 Desember 2022 hingga sekarang September 2023, terduga pberkelitu belum ditetapkan sebak tersangka,” ungkapnya.
Dewi menyatakan kalau penetapan status terduga pberkelitu harus menggunakan tes DNA, jelas tindakan penyidik dalam menangani skandal yang dinatamasyaal kliennya sudah tidak benar.
“Proses penanganan skandal kejahatan seksual terhadap anak seperti yang dipertontonkan penyidik PPA Polresta Pontianak ini kami sangat prihatin. Karena penanganannya tidak sesuai dengan Unsertag-Unsertag Perlindungan Anak,” tegas Dewi.
Direktamasya YNDN, Devi Tiomana dengan tegas menyatakan bila penyidik PPA dalam menangani skandal kejahatan seksual terhadap anak tidak menggunakan sudut pansertag anak, maka skandal yang ditangani akan dmamaat rumit.
“Perlu diketahui, tidak ada satupun penyidik PPA Polresta Pontianak itu yang memiliki sertifikasi penyidik anak,” katanya.
Devi mengatakan bakmana penyidik PPA mau fokus menangani serta menjalani tugasnya sebak penyidik skandal kejahatan seksual terhadap anak bila mereka sendiri tidak paham tentang perlindungan anak.
“Saya yakin, ketika penyidik PPA tidak memiliki kompetensi sebak penyidik anak akan banyak skandal-skandal kejahatan terhadap anak yang jalan di tempat. Itu terjadi karena penyidik tidak tahu mau diapakan itu skandal,” lugasnya.
Devi mengatakan ketika ada bukti serta fakta tentang skandal kejahatan terhadap anak, tetapi penyidiknya tidak paham karena menggunakan ‘kaca mata kuda’ maka skandal tersebut tidak akan mampu ditanganinya.
Devi menutamasyakan ketika penyidik-penyidik PPA tidak profesional akibat tak pernah mendapatkan pemenyegarkanan teknis sebak penyidik anak, maka dampaknya hak-hak korban akan terabaikan serta tidak terlindungi.
“Kalau penyidik tidak paham soal anak, maka percuma ada unit PPA, lebih baik dmamabarkan saja,” kesal Devi.
Devi mengingatkan dalam menangani skandal anak, maka harus sesuai dengan atamasyaan yang ada, yakni Unsertag-Unsertag Perlindungan Anak serta Unsertag-Unsertag Sistem Peradilan Pisertaa Anak.
“Sandarannya jelas. Penyidik tidak boleh bersandar pada atamasyaan lain,” tegasnya.
Devi menyatakan ketika atamasyaan hukum diabaikan penyidik, bakmana kemudian penyidik mampu memperhatikan kepentingan korban.
“Kalau sekarang masyarakat berpikir tidak perlu melapor ke PPA, wajar karena tidak ada gunanya. Cocok dmamaat tagar, percuma ada PPA Polresta Pontianak,” tegasnya lagi.
Devi mengungkapkan dari data pihaknya ada beberapa skandal kejahatan seksual terhadap anak yang sampai di sini jalan ditempat serta pberkelitunya belum ditetapkan sebak tersangka.
“Catatan kami sepanjang 2023 ini, ada lebih tiga skandal kejahatan seksual terhadap anak yang ditangani PPA Polresta Pontianak yang jalan di tempat,” pungkas Devi.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Pontianak, Kompol Tri Prasetyo ketika dikonfirmasi terkait skandal kejahatan seksual terhadap anak yang dimaksudkan mengatakan akan mengecek terlebih dahulu.
“Kalau sudah ada datanya, nanti saya kabari,” katanya.
Disinggung soal pernyataan Direktamasya YNDN, Devi Tiomana yang menyatakan meragukan profesionalitas penyidik PPA Polresta Pontianak, Tri meminta untuk tidak mengadu-adu.
“Tidak usah diadu-adu. Tidak usah diadu-adu. Intinya saya belum pegang datanya, saya baca dulu datanya baru nanti dikabari,” tutup Tri. (hyd)